Sabtu, 14 November 2015

Makalah PKn - Hubungan Negara dan Warga Negara Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Bangsa merupakan cakupan dari Negara,yang artinya apabila manusia telah membangsa atau mempunyai bangsa, mereka menuntut suatu wilayah untuk tempat tinggalnya yang kemudian diklaim sebagai Negara. Selanjutnya pengertian Negara menjadi lebih luas, Negara tidak hanya diartikan wilayah tetapi juga meliputi pemerintah, kedaulatan, penduduk, dan beberapa syarat lainnya. Negara adalah suatu organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang bersama-sama mendiami satu wilayah tertentu dan mengakui adanya satu pemerintahan yang mengurus tata tertib serta keselamatan sekelompok manusia tersebut.
Sekelompok manusia yang berada di dalam suatu Negara dan menetap selama 5 tahun berturut-turut atau selama 10 tahun tidak berturut-turut di sebut Warga Negara. Salah satu persyaratan diterimanya status seseorang di dalam sebuah Negara adalah adanya unsur wargaNegara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga Negara yang bersangkutan dapat dibedakan dari wargaNegara lain. Pengaturan mengenai Kewarganegaraan ini biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip ‘ius soli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’.
Di dalam sebuah Negara ada yang di sebut dengan sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan di Negara Republik Indonesia sendiri adalah sistem pemerintahan demokrasi. Demokrasi itu sendiri adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu Negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan wargaNegara) atas Negara untuk dijalankan olehpemerintah Negara tersebut.Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politicayang membagi ketiga kekuasaan politik Negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga Negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain.
Selain itu, wargaNegarapun memiliki Hak Asasi Manusia.Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin dan karena itu bersifat universal. Pembahasan lebih lanjutnya akan kami jelaskan pada bab pembahasn, pada makalah yang berjudul “Hubungan antara Negara, Warga Negara, HAM dan Demokrasi”

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakanag di atas, maka dapat di uraikan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Pengertian Bangsa dan Negara
2.      Bentuk-bentuk Negara Menurut Teori Modern
3.      Pengertian Warga Negara dan Penduduk
4.      Negara dan Warga Negara dalam Sistem Kenegaraan di Indonesia
5.      Pembaruan Undang-undang Kewarganegaraan

C.   Tujuan Penelitian
Maksud dan Tujuan penulis dalam pembuatan makalah kali ini yaitu mengetahui pengertian warga Negara dan Negara, Hubungan/Keterkaitan antara warga Negara dan Negara, Hak dan kewajiban negara dan warga negara. Selain itu juga untuk menambah wawasan mengenai hubungan Warga Negara dan Negara, kita juga dapat mengetahui bagaimana caranya mempersatukan hubungan Warga Negara dan Negara.

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Bangsa dan Negara
Bangsa (nation) menurut Hans Kohn (Kaelan, 2002: 212-213) bahwa bangsa terbentuk oleh persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah, Negara dan Kewarganegaraan. Sedangkan Ernest Renan menyatakan bahwa bangsa (nation) adalah suatu solidaritas, suatu jiwa, suatu asas spiritual, suatu solidaritas yang dapat tercipta oleh perasaan pengorbanan yang telah lampau dan bersedia dibuat di masa yang akan datang. Meskipun dikalangan pakar Kenegaraan belum terdapat persamaan pengertian bangsa, namun faktor objektif yang terpenting dari suatu Bangsa adalah kehendak atau kemauan bersama yang lebih dikenal dengan nasionalisme.
Fredrich Hertz dalam bukunya “Nationality in History and Politics” mengemukakan bahwa setiap bangsa mempunyai 4 (empat) unsure aspirasi sebagai berikut :
  1. Keinginan untuk mencapai kesatuan nasional yang terdiri atas kesatuan social, ekonomi, politik, agama, kebudayaan, komunikasi, dan solidaritas.
  2. Keinginan untuk mencapai kemerdekaan dan kebebasan nasional sepenuhnya, yaitu bebas dari dominasi dan campur tangan bangsa asing terhadap urusan dalam negerinya.
  3. Keinginan dalam kemandirian, keunggulan, individualisme, keaslian, atau kekhasan.
  4. Keinginan untuk menonjol (unggul) diantara bangsa-bangsa dalam mengejar kehormatan, pengaruh, dan prestise.

Setelah manusia membangsa, mereka menuntut suatu wilayah untuk tempat tinggalnya yang kemudian diklaim sebagai Negara. Selanjutnya pengertian Negara menjadi lebih luas, Negara tidak hanya diartikan wilayah tetapi juga meliputi pemerintah, kedaulatan, penduduk, dan beberapa syarat lainnya. Negara adalah suatu organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang bersama-sama mendiami satu wilayah tertentu dan mengakui adanya satu pemerintahan yang mengurus tata tertib serta keselamatan sekelompok manusia tersebut. Kansil menyatakan bahwa Negara adalah suatu organisasi kekuasaan dari pada manusia-manusia (masyarakat) dan merupakan alat yang akan dipergunakan untuk mencapai tujuan bersama.Kranenburg menyatakan bahwa suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau suatu bangsanya sendiri. Sementara George Jellinek menyatakab bahwa Negara ialah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu. Adapun beberapa teori terjadinya Negara, yaitu :
1.    Teori Kenyataan, timbulnya suatu Negara ketika telah terpenuhi unsur-unsur Negara (daerah, rakyat, dan pemerintah yang berdaulat) maka pada saat itu juga Negara sudahmenjadi suatu kekayaan.
2.    Teori Ketuhanan, timbulnya Negara karena Tuhan menghendaki. Kalimat Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa (by the grace of god) menunjuk ke arah teori ini, walaupun bangsa Indonesia tidak menganut teori ini.
3.    Teori Perjanjian, Negara timbul karena perjanjian yang diadakan antara manusia yang tadinya hidup bebas merdeka, terlepas satu sama lain tanpa ikatan keNegaraan. Perjanjian ini diadakan agar ada penguasa yang bertugas menjamin kepentingan bersama dapat terpelihara. Perjanjian itu disebut perjanjian masyarakat (contract social) menurut ajaran Rousseau perjanjiandapat juga terjadi antara pemerintah Negara penjajah dengan rakyat di daerah jajahan, seperti kemerdekaan Filipina pada tahun 1946 dan India pada tahun 1947.
4.    Teori Penaklukan, suatu Negara timbul karena serombongan manusia menaklukan daerah dan rombongan manusia lain. Agar daerah/rombongan itu tetap dapat dikuasai,maka dibentuklah suatu organisasi yang berupa Negara. Selain itu suatu Negara dapat pula terjadi karena :
·       Pemberontakan terhadap Negara lain yang menjajah, seperti Amerika Serikat terhadap Inggris pada tahun 1776-1783.
·       Peleburan (fusi) antara beberapa Negara menjadi satu Negara baru, misalnya Jerman bersatu pada tahun 1871.
·       Suatu daerah yang belum ada rakyatnya/pemerintahannya diduduki/dikuasai oleh bangsa/Negara lain, misalnya Liberia
·       Suatu daerah tertentu melepaskan diri dari yang tadinya menguasainya dan menyatakan dirinya sebagai suatu Negara baru (misalnya Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945).

B.   Bentuk-bentuk Negara Menurut Teori Modern
Bentuk Negara yang terpenting ialah Negara kesatuan (unitarisme) dan Negara serikat (federasi). Negara Kesatuan ialah suatu Negara yang merdeka dan berdaulat dimana di seluruh Negara yang berkuasa hanya satu pemerintah (pusat) yang mengatur seluruh daerah.
Dalam Negara Kesatuan pelaksanaan pemerintahan Negara dapat dilaksanakan dengan sistem sentralisasi (segala sesuatu dalam Negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sedang daerah-daerah tinggal melaksanakannya) dan sistem desentralisasi (daerah diberikan kesempatan dan kewenangan untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri (otonom
daerah atau dikenal dengan daerah otonom. Bentuk Negara kesatuan pada umumnya mempunyai sitat-sifat sebagai berikut :
1.    Kedaulatan Negara mencakup ke dalam dan ke luar yang ditangani pemerintah pusat.
2.    Negara hanya mempunyai satu undang-undang dasar, satu kepala Negara, satu dewanmenteri dan satu dewan perwakilan rakyat.
3.    Hanya ada satu kebijakan yang menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial budaya,serta hankam, dan
4.    Negara Srikat (Federasi) ialah suatu Negara yang merupakan gabungan beberapa Negara, yang menjadi Negara-negara bagian dan Negara serikat itu.
Adapun tujuan Negara secara umum ada dua tujuan yaitu :
1.    Negara penjaga malam, yaitu bahwa tujuan Negara adalah melindungi /menjaga keamanan rakyatnya.
2.    Negara kesejahteraan (welfarestaats) yaitu bahwa tujuan Negara bukan semata-mata menjaga keamanan rakyatnya tapi juga ikut mensejahterakan rakyatnya tersebut.
Sedangkan tujuan Negara RI sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan Negara RI adalah :
a.    Melindungi seluruh dan segenap bangsa Indonesia.
b.    Mencerdaskan kehidupan bangsa.
c.    Memajukan kesejahteraan umum,dan
d.    Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia.

C.   Pengertian Warga Negara dan Penduduk
Pengertian warga Negara menunjukkan keanggotaan seseorang dari institusi politik yang namanya Negara. Ia sebagai subyek sekaligusobjek dalam kehidupan Negaranya. Oleh karena itu seorang warga Negara senantiasa berinteraksi dengan Negara, dan bertanggung jawab atas berlangsunya kehidupan Negaranya. Menurut Pasal 26 ayat 1 bahwa “yang menjadi warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara”. Perkataan “asli” di atas mengandung syarat biologis bahwa asal usul atau turunan menentukan kedudukan sosial seseorang itu “asli” atau “tidak asli”. Keaslian ditentukan oleh turunan atau adanya hubungan darah antara yang melahirkan dan yang dilahirkanyang disahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara”. Dengan demikian penentuan keaslian bisa disahkan atas tiga alternatife, yaitu :
1.    Turunan atau pertalian darah (geneologis).
2.    Ikatan pada tanah atau wilayahnya (territorial).
3.    Turunan atau pertalian darah dan ikatan pada tanah atau wilayah (geneologis-territorial).

Penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia (Pasal 26 ayat 2 UUD 1945) Dalam ketentuan UU No. 3 tahun 1946 tentang warga Negara dan penduduk Negara, pasal 14 ayat 1 dinyatakan “Penduduk Negara Indonesia ialah tiap-tiap orang yang bertempat kedudukan di dalam daerah Negara Indonesia selama 1 tahun berturut-turut. Dengan demikian WNA dapat dinyatakan sebagai penduduk ketika yang bersangkutan telah bertempat tinggal selama 1 tahun berturut-turut. Pasal 13 UU No. 3 tahun 1946 disebutkan “bahwa barang siapa bukan warga Negara Indonesia ialah orang asing”. Yulianus S, dkk (1984) dalam KBBI, mengartikan Rakyat adalah orang-orang yang bernaung di bawah pemerintah tertentu. Sedangkan Hazairin (1983) dalam Demokrasi Pancasila mengartikan Rakyat ialah sejumlah orang yang dikuasai, diperintah, dilindungi, dipelihara, diasuh oleh penguasanya.
Perbedaan antara rakyat dan Bangsa adalah bahwa Rakyat lebih menunjukkan ikatan/hubungan politis yaitu sebagai sekelompok orang yang dikuasai/diperintah oleh suatu penguasa/pemerintahan tertentu, sedangkan Bangsa merupakan ikatan yang berdasarkan ikatan yang berdasarkan biologis, kultur, territorial, dan historis. Sehingga satu bangsa dimungkinkan milik beberapa Negara. Misalnya, bangsa Arab terpecah-pecah dalam berbagai Negara seperti dalam wadah Negara Irak, Iran, Yaman, dan saudi Arabia. Dengan demikian dalam diri seorang warga Negara ada peran sebagai rakyat dan sebagai bangsa.
Adapun yang disebut dengan asas-asas Kewarganegaraan, untuk memperoleh asas-asas itu sendiri harus memenuhi 6 syarat sebagaimana yang telah diatur dalam UU No.62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan RI, yaitu :
1.    Karena kelahiran
            Maksudnya Kewarganegaraan diperoleh karena kelahiran berdasarkan keturunan.
2.    Karena Pengangkatan
Maksudnya anak atau orang asing yang diangkat dapat diberikan status Kewarganegaraanorang tua yang mengangkatnya.
3.    Karena Permohonan
Maksudnya adalah permohonan menjadi WNI terutama diperuntukkan bagi anak di luar perkawinan dan kepada anak keturunan asing yang menjadi penduduk Negara atau lahir dariseorang penduduk Negara.
4.    Karena Pewarga Negaraan
Maksunya apabila menjadi WNI karena permohonan diperuntukkan bagi anak, maka menjadi WNI karena pewarga Negaraan diperuntukkan bagi orang asing yang sudah dewasa. Ada dua cara pewarga Negaraan yaitu pewarga Negaraan biasa atau permohonan orang yang ingin menjadi WNI dan pewarga Negaraan atas keinginan pemerintah. Cara yang kedua ini dasar pertimbangannya karena dianggap telah berjasa terhadap RI selayaknya diwarga Negarakan. Sedangkan cara yang pertama (pewarga Negaraan biasa) ada beberapa syarat, yaitu :
a.    Sudah berumur 21 tahun.
b.    Lahir dalam wilayah RI atau bertempat tinggal di daerah itu selama 5 tahunberturut-turut atau selama 10 tahun secara tidak berturut-turut.
c.    Surat permohonan disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas materai kepada Menteri Hukum dan HAM melalui Pengadilan Negeri di tempat tinggal pemohon yang harus dilengkapi surat-surat sbb:a) Salinan sah akta kelahiran/surat kenal lahir pemohon.
d.    Surat keterangan Kewarganegaraan yang diberikan oleh Kantor Wilayah Imigrasi atau Kantor Imigrasi Daerah Setempat yang menyatakan bahwa pemohon bertempat tinggal secara sah di Indonesia selama 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut.
e.    Salinan Sah Surat Tanda Melapor Diri (STMD).
f.     Surat keterangan berkelakuan baik dari kepolisian setempat.
g.    Salinan sah akte perkawinan dan surat persetujuan isteri (bagi yang sudah menikah) atau salinan sah akte perceraian/kematian suami atau surat keterangan sah yang menyatakan bahwa wanita pemohon pewarga Negaraan benar-benar tidak terika dalam perkawinan.
h.    Surat keterangann kesehatan dari dokter.
i.      Bukti pembayaran uang pewarga Negaraan dari kas Negara/Pos/Perwakilan.
j.      Surat keterangan bermata pencaharian tetap dari pejabat pemerintah sekurang-kurangnya Camat.
k.    Surat keterangan dari perwakilan Negara asal atau surat bukti bahwa setelah memperoleh Kewarganegaraan RI, pemohon tidak mempunyai Kewarganegaraan lain, dan khusus bagi warga Negara RRC cukup melampirkan surat pernyataan melepaskan Kewarganegaraan asal yang ditandatangani pemohon.
l.      Surat tanda pembayaran ongkos administrasi pengedilan negeri, dan
m. Pas foto
5.    Karena atau sebagai akibat dari perwakilan
Maksudnya bahwa dalam perkawinan kedua mempelai sedapat-dapatnya mempunyai Kewarganegaraan yang sama (asas kesatuan Kewarganegaraan). Namun apabila hal itu menimbulkan bipatride atau apatride, maka asas kesatuan Kewarganegaraan dilepaskan.
6.    Karena turut ayah atau ibunya
Maksudnya Anak yang belum dewasa turut memperoleh Kewarganegaraan RI dengan ayahnya atau Ibunya (apabila tidak ada hubungan hukum kekeluargaam dengan ayahnya).
7.    Karena Pernyataan
Maksudnya seorang perempuan asing yang kawin dengan seorang WNI memproleh Kewarganegaraan RI, apabila dalam 1 tahun setelah perkawinannya berlangsung menyatakan keterangan untuk itu, atau diam-diam saja dalam waktu tersebut dan suaminya tidak menyatakan keterangan melepaskan Kewarganegaraan.
Diatas telah di jelaskan bagaimana cara untuk menjadi wrage Negara, dan di bawah ini saya akan menjelaskan cara untuk kehilangan Kewarganegaraan, yaitu apabila seseorang telah menjadi WNI tidaklah bersifat permanen/tetap,dapat saja sewaktu-waktu kehilangan Kewarganegaraan RI. Berdasarkan Pasal 17 UU No. 62 Tahun 1958 seseorang dapat kehilangan Kewarganegaraan RI karena:
·       Memperoleh Kewarganegaraan asing,
·       Tidak melepaskan Kewarganegaraan lain,
·       Diakui oleh orang asing sebagai anaknya,
·       Anak yang diangkat dengan sah oleh orang asing sebagai anaknya,
·       Dinyatakan hilang Kewarganegaraan oleh Menteri Kehakiman dan HAM,
·       Masuk dinas militer atau dinas Negara asing tanpa izin dari Menteri Kehakiman dan HAM,
·       Bersumpah atau berjanji setia kepada Negara asing,
·       Turut serat dalam pemilihan yang bersifat ketataNegaraan Negara asing,
·       Mempunyai paspor Negara asing, dan
·       Selama 5 tahun berturut-turut tinggal di Negara asing dengan tidak menyatakan keinginan tetap menjadi WNI
Hak dan kewajiban Warga Negara yang tercantum dalam pasal-pasal UUD 1945 yangmenetapkan hak dan kewajiban sebagai warga Negara mencakup pasal-pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33 dan 34.Hak-hak warga Negara yang substansial pada prisipnya antara lain :
·       Hak untuk memilih atau melibatkan suara,
·       Hak kebebasan bersuara,
·       Hak kebebasan pers,
·       Hak kebebasan beragama,
·       Hak kebebasan bergerak,
·       Hak kebebasan berkumpul,
·       Hak kebebasan dari perlakuan sewenang-wenang oleh sistem politik dan atau hukum
Sedangkan CCE (Center for Civic Education) mengajukan hak-hak individu yang perlu dilindungi oleh Negara, meliputi: hak pribadi (personal rights), hak politik (political rights), hak ekonomi (economic right).Kewajiban warga Negara merupakan aspek dari tanggung jawab warga Negara (citizen responsibility/civic responsibilities)(CEE, 1994:37). Contoh yang termasuk tanggung jawab warga Negara antara lain :
·       Melaksanakan aturan hukum,
·       Menghargai orang lain,
·       Memiliki informasi dan perhatin terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakatnya,
·       Melakukan kontrol terhadap para pemimpin yang telah dipilihnya dalam melakukan tugas-tugasnya,
·       Melakukan komunikasi dengan para wakil di sekolah, pemerintah local, pemerintah nasional,
·       Memberikan suara dalam suatu pemilihan,
·       Membayar pajak menjadi saksi di pengadilan,
·       Bersedia untuk mengikuti wajib militer,dsb.

D.   Negara dan Warga Negara dalam Sistem Kenegaraan di Indonesia
Salah satu persyaratan diterimanya status seseorang di dalam sebuah Negara adalah adanya unsur wargaNegara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga Negara yang bersangkutan dapat dibedakan dari warga Negara lain. Pengaturan mengenai Kewarganegaraanini biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip ‘ius soli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’. Yang dimaksud dengan ‘ius soli’ adalah prinsip yang mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah kelahiran, sedangkan ‘ius sanguinis’ mendasarkan diri pada prinsip hubungan darah. Berdasarkan prinsip ‘ius soli’, seseorang yang dilahirkan di dalam wilayah hukum suatu Negara, secara hukum dianggap memiliki status Kewarganegaraan dari Negara tempat kelahirannya itu. Negara Amerika Serikat dan kebanyakan Negara di Eropa termasuk menganut prinsip Kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini, sehingga siapa sajayang dilahirkan di Negara-negaratersebut, secara otomatis diakui sebagai warga Negara. Oleh karena itu, sering terjadi wargaNegara Indonesia yang sedang bermukim di Negara-negara di luar negeri, misalnya karena sedang mengikuti pendidikan dan sebagainya, melahirkan anak, makastatus anaknya diakui oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai warga Negara Amerika Serikat. Padahal kedua orangtuanya berKewarganegaraanIndonesia. Dalam zaman keterbukaan seperti sekarang ini, kita menyaksikan banyak sekali penduduk suatu Negara yang berpergian keluar negeri, baik karena direncanakan dengan sengaja ataupun tidak, dapat saja melahirkan anak-anak di luar negeri. Bahkan dapat pula terjadi, karena alasan pelayanan medisyang lebih baik, orang sengaja melahirkan anak di rumah sakit di luar negeri yang dapat lebih menjamin kesehatan dalam proses persalinan. Dalam hal Negara tempat asal sesorang dengan Negara tempat ia melahirkan atau dilahirkan menganut sistem Kewarganegaraanyang sama, tentu tidak akan menimbulkan persoalan. Akan tetapi, apabila kedua Negara yang bersangkutan memiliki sistem yang berbeda, maka dapat terjadi keadaan yang menyebabkan seseorang menyandang status dwi-Kewarganegaraan (double citizenship) atau sebaliknya malah menjadi tidakberKewarganegaraansama sekali (stateless).
Berbeda dengan prinsip kelahiran itu, di beberapa Negara, dianut prinsip ‘ius sanguinis’ yang mendasarkan diri pada faktor pertalian seseorang dengan status orangtua yang berhubungan darah dengannya. Apabila orangtuanya berKewarganegaraan suatu Negara, maka otomatis Kewarganegaraan anak-anaknya dianggap sama dengan Kewarganegaraan orangtuanya itu.Akan tetapi, sekali lagi, dalam dinamika pergaulan antar bangsa yang makin terbuka dewasa ini, kita tidak dapat lagi membatasi pergaulan antar penduduk yang berbeda status Kewarganegaraannya. Sering terjadi perkawinan campuran yang melibatkan status Kewarganegaraan yang berbeda-beda antara pasangan suami dan isteri. Terlepas dari perbedaan sistem Kewarganegaraan yang dianut oleh masing-masing Negara asal pasangan suami-isteri itu, hubungan hukum antara suami-isteri yang melangsungkan perkawinan campuran seperti itu selalu menimbulkan persoalan berkenaan dengan statusKewarganegaraan dari putera-puteri mereka.
Oleh karena itulah diadakan pengaturan bahwa status Kewarganegaraan itu ditentukan atas dasar kelahiran atau melalui proses naturalisasi atau pewarga Negaraan. Dengan cara pertama, status Kewarganegaraan seseorang ditentukan karena kelahirannya. Siapa saja yang lahir dalam wilayah hukum suatu Negara, terutama yang menganut prinsip ‘ius soli’ sebagaimana dikemukakan di atas, maka yang bersangkutan secara langsung mendapatkan status Kewarganegaraan, kecuali apabila yang bersangkutan ternyata menolak atau mengajukan permohonan sebaliknya. Cara kedua untuk memperoleh status Kewarganegaraan itu ditentukan melalui proses pewarganegaraan(naturalisasi). Melalui proses itu, seseorang dapat mengajukan permohonan kepada instansi yang berwenang, dan kemudian pejabat yang bersangkutan dapat mengabulkan permohonan tersebut dan selanjutnya menetapkan status yang bersangkutan menjadi warga Negara yang sah.
Selain kedua cara tersebut, dalam berbagai literature mengenai Kewarganegaraan, juga dikenal adanya cara ketiga, yaitu melalui registrasi. Cara ketiga ini dapat disebut tersendiri, karena dalam pengalaman sepertiyang terjadi di Perancis yang pernah menjadi bangsa penjajah di berbagai penjuru dunia, banyak warganya yang bermukim di daerah-daerah koloni dan melahirkan anak dengan status Kewarganegaraan yang cukup ditentukan dengan cara registrasi saja. Dari segi tempat kelahiran, anak-anak mereka itu jelas lahir di luar wilayah hukum Negara mereka secara resmi. Akan tetapi, karena Perancis, misalnya, menganut prinsip ‘ius soli’, maka menurut ketentuan yang normal, status Kewarganegaraan anak-anak warga Perancis di daerah jajahan ataupun daerah pendudukan tersebut tidak sepenuhnya dapat langsung begitu saja diperlakukan sebagai warga Negara Perancis.Akan tetapi, untuk menentukan status Kewarganegaraan mereka itu melalui proses naturalisasi atau pewarga Negaraan juga tidak dapat diterima. Karena itu, status Kewarganegaraan mereka ditentukan melalui proses registrasi biasa. Misalnya, keluarga Indonesia yang berada di Amerika Serikat yang menganut prinsi ‘ius soli’, melahirkan anak, maka menurut hukum Amerika Serikat anak tersebut memperoleh status sebagai warga Negara AS. Akan tetapi, jika orangtuanya menghendaki anaknya tetap berkewarganegaraanIndonesia, maka prosesnya cukup melalui registrasi saja. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses Kewarganegaraan itu dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu:
             a.          Kewarganegaraan karena kelahiran atau ‘citizenship by birth’,
             b.          Kewarganegaraan melalui pewarga Negaraan atau ‘citizenship by naturalization’, dan
              c.          Kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau ‘citizenship by registration’. Ketiga cara ini seyogyanya dapat sama-sama dipertimbangkan dalam rangka pengaturan mengenai Kewarganegaraan ini dalam sistem hukumIndonesia, sehingga kita tidak membatasi pengertian mengenai cara memperoleh status Kewarganegaraan itu hanya dengan cara pertama dan kedua saja sebagaimana lazim dipahami selama ini.

Kasus-kasus Kewarganegaraan di Indonesia juga banyak yang tidak sepenuhnya dapat diselesaikan melalui cara pertama dan kedua saja. Sebagai contoh, banyak warga Negara Indonesia yang karena sesuatu, bermukim di Belanda, di Republik Rakyat Cina, ataupun di Australia dan Negara-negara lainnya dalam waktu yang lama sampai melahirkan keturunan, tetapi tetap mempertahankan status Kewarganegaraan Republik Indonesia. Keturunan mereka ini dapat memperoleh status Kewarganegaraan Indonesia dengan cara registrasi biasa yang prosesnya tentu jauh lebih sederhana daripada proses naturalisasi. Dapat pula terjadi, apabila yang bersangkutan, karena sesuatu sebab, kehilangan Kewarganegaraan Indonesia, baik karena kelalaian ataupun sebab-sebab lain, lalu kemudian berkeinginan untuk kembali mendapatkan Kewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya seyogyanya tidak disamakan dengan seorang warga Negara asing yang ingin memperoleh status Kewarganegaraan Indonesia.
Lagi pula sebab-sebab hilangnya status Kewarganegaraan itu bisa saja terjadi karena kelalaian, karena alasan politik, karena alasan teknis yang tidak prinsipil, ataupun karena alasan bahwa yang bersangkutan memang secara sadar ingin melepaskan status Kewarganegaraannya sebagai warga Negara Indonesia. Sebab atau alasan hilangnya Kewarganegaraan itu hendaknya dijadikan pertimbangan yang penting, apabila yang bersangkutan ingin kembali mendapatkan status Kewarganegaraan Indonesia. Proses yang harus dilakukan untuk masing-masing alasan tersebut sudah semestinya berbeda-beda satu sama lain. Yang pokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan status Kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi ‘stateless’ atau tidak berKewarganegaraan. Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap Negara tidak boleh membiarkan seseorang memilki dua status Kewarganegaraan sekaligus. Itulah sebabnya diperlukan perjanjian Kewarganegaraan antara Negara-negara modern untuk menghindari status dwi-Kewarganegaraan tersebut. Oleh karena itu, di samping pengaturan Kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui proses pewarga Negaraan (naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang lebih sederhana, yaitu melalui registrasi biasa.
Di samping itu, dalam proses perjanjian antar Negara, perlu diharmonisasikan adanya prinsip-prinsip yang secara diametral bertentangan, yaitu prinsip ‘ius soli’ dan prinsip ‘ius sanguinis’ sebagaimana diuraikan di atas.
Kita memang tidak dapat memaksakan pemberlakuan satu prinsip kepada suatu Negara yang menganut prinsip yang berbeda. Akan tetapi, terdapat kecenderungan internasional untuk mengatur agar terjadi harmonisasi dalam pengaturan perbedaan itu, sehingga di satu pihak dapat dihindari terjadinya dwi-Kewarganegaraan, tetapi di pihak lain tidak akan ada orang yang berstatus ‘stateless’ tanpa kehendak sadarnya sendiri. Karena itu, sebagai jalan tengah terhadap kemungkinan perbedaan tersebut, banyak Negara yang berusaha menerapkan sistem campuran dengan tetap berpatokan utama pada prinsip dasar yang dianut dalam sistem hukum masing-masing.
E.        Pembaruan Undang-undang Kewarganegaraan
Dalam rangka pembaruan Undang-Undang Kewarganegaraan, berbagai ketentuan yang bersifat diskriminatif sudah selayaknya disempurnakan. Warga keturunan yang lahir dan dibesarkan di Indonesia sudah tidak selayaknya lagi diperlakukan sebagai orang asing. Dalam kaitan ini, kita tidak perlu lagi menggunakan istilah penduduk asli ataupun bangsa Indonesia asli seperti yang masih tercantum dalam penjelasan UUD 1945 tentang Kewarganegaraan. Dalam hukum Indonesia di masa datang, termasuk dalam rangka amandemen UUD 1945 dan pembaruan UU tentang Kewarganegaraan, atribut keaslian itu, kalaupun masih akan dipergunakan, cukup dikaitkan dengan Kewarganegaraan, sehingga kita dapat membedakan antara warga Negara asli dalam arti sebagai orang yang dilahirkan sebagai warga Negara (natural born citizen), dan orang yang dilahirkan bukan sebagai warga Negara Indonesia.
Orang yang dilahirkan dalam status sebagai warga Negara Republik Indonesia itu di kemudian hari dapat saja berpindah menjadi warga Negara asing. Tetapi, jika yang bersangkutan tetap sebagai warga Negara Indonesia, maka yang bersangkutan dapat disebut sebagai ‘Warga Negara Asli’. Sebaliknya, orang yang dilahirkan sebagai warga Negara asing juga dapat berubah di kemudian hari menjadi warga Negara Indonesia, tetapi yang kedua ini tidak dapat disebut sebagai ‘Warga Negara Asli’. Dengan sendirinya, apabila hal ini dikaitkan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) tentang calon Presiden yang disyaratkan orang Indonesia asli haruslah dipahami dalam konteks pengertian ‘Warga Negara Indonesia’ asli tersebut, sehingga elemen diskriminatif dalam hukum dasar itu dapat hilang dengan sendirinya. Artinya, orang yang pernah menyandang status sebagai warga Negara asing sudah sepantasnya dianggap tidak memenuhi syarat untuk dicalonkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Dengan demikian, dalam rangka amandemen UUD 1945 dan pembaruan UU tentang Kewarganegaraan konsep hukum mengenai Kewarganegaraan asli dan konsep tentang tata cara memperoleh status Kewarganegaraan yang meliputi juga mekanisme registrasi seperti tersebut di atas, dapat dijadikan bahan pertimbangan yang pokok. Dengan begitu asumsi-asumsi dasar yang bersifat diskriminatif berdasarkan rasa dan etnisitas sama sekali dihilangkan dalam penyusunan rumusan hukum di masa-masa yang akan datang sesuai dengan semangat untuk memajukan hak asasi manusia di era reformasi dewasa ini.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hubungan antara bangsa, Negara, Warga Negara, demokrasi dan Hak Asasi Manusia sangat erat kaitannya, maka dari itu apabila salah satu dari unsur Negara terpisah atau di hilangkan maka akan terlihat kemerosotan dari Negara tersebut, seperti yang tercantum dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) memuat prinsip bahwa hak asasi manusia harus dilihat secara holistik bukan parsial sebab HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara hukun, Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat dari manusia. Oleh sebab itu perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia di bidang sosial politik hanya dapat berjalan dengan baik apabila hak yang lain di bidang ekonomi, sosial dan budaya serta hak solidaritas juga juga dilindungi dan dipenuhi, dan begitu pula sebaliknya. Dengan diratifikasinya konvenan Hak EKOSOB oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, kewajiban Indonesia untuk melakukan pemenuhan dan jaminan-jaminan ekonomi, sosial dan budaya harus diwujudkan baik melalui aturan hukum ataupun melalui kebijakan-kebijakan pemerintah.

3.2 Saran
Dalam hal ini penulis dapat memberikan saran yang diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pembaca tentang Kewarganegaraan, terutama tentang :
1.    Pengertian Bangsa dan Negara
2.    Bentuk-bentuk Negara Menurut Teori Modern
3.    Pengertian Warga Negara dan Penduduk
4.    Negara dan Warga Negara dalam Sistem Kenegaraan di Indonesia
5.    Pembaruan Undang-undang Kewarganegaraan



DAFTAR PUSTAKA

  1. http://ariefsz.blogspot.com/2009/12/Negara-dan-warga Negara-dalam-sistem.html
  2. http://sakauhendro.wordpress.com/demokrasi-dan-politik/pengertian-demokrasi/

1 komentar: