PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bangsa merupakan cakupan dari Negara,yang
artinya apabila
manusia telah membangsa atau mempunyai bangsa, mereka menuntut suatu wilayah untuk
tempat tinggalnya yang kemudian diklaim sebagai Negara. Selanjutnya pengertian Negara
menjadi lebih luas, Negara tidak hanya diartikan wilayah tetapi juga meliputi
pemerintah, kedaulatan, penduduk, dan beberapa syarat lainnya. Negara adalah suatu organisasi kekuasaan dari
sekelompok manusia yang bersama-sama mendiami satu wilayah tertentu dan
mengakui adanya satu pemerintahan yang mengurus tata tertib serta keselamatan
sekelompok manusia tersebut.
Sekelompok manusia yang berada
di dalam suatu Negara dan menetap selama 5 tahun berturut-turut atau selama 10
tahun tidak berturut-turut di sebut Warga Negara. Salah satu persyaratan diterimanya status seseorang di dalam sebuah Negara adalah adanya unsur wargaNegara
yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga Negara yang
bersangkutan dapat dibedakan dari wargaNegara lain. Pengaturan mengenai Kewarganegaraan
ini biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip
‘ius soli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’.
Di dalam sebuah Negara ada
yang di sebut dengan sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan di Negara
Republik Indonesia sendiri adalah sistem pemerintahan demokrasi. Demokrasi itu sendiri adalah
bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu Negara sebagai upaya mewujudkan
kedaulatan rakyat (kekuasaan wargaNegara) atas Negara untuk dijalankan olehpemerintah Negara tersebut.Salah satu pilar demokrasi
adalah prinsip trias
politicayang
membagi ketiga kekuasaan politik Negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis
lembaga Negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar
satu sama lain.
Selain
itu, wargaNegarapun memiliki Hak Asasi Manusia.Hak Asasi Manusia adalah hak
yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan
kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu
dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin dan karena
itu bersifat
universal. Pembahasan lebih lanjutnya akan kami jelaskan pada bab pembahasn,
pada makalah yang berjudul “Hubungan antara Negara, Warga Negara, HAM dan
Demokrasi”
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakanag di atas,
maka dapat di uraikan rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Pengertian Bangsa dan Negara
2.
Bentuk-bentuk Negara Menurut
Teori Modern
3. Pengertian Warga Negara dan
Penduduk
4. Negara dan Warga Negara dalam
Sistem Kenegaraan di Indonesia
5. Pembaruan Undang-undang Kewarganegaraan
C.
Tujuan
Penelitian
Maksud dan Tujuan penulis
dalam pembuatan makalah kali ini yaitu mengetahui pengertian warga Negara dan
Negara, Hubungan/Keterkaitan antara warga Negara dan Negara, Hak dan kewajiban
negara dan warga negara. Selain
itu juga untuk menambah wawasan mengenai hubungan Warga
Negara dan Negara, kita juga dapat mengetahui bagaimana caranya mempersatukan hubungan
Warga Negara dan Negara.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bangsa dan Negara
Bangsa (nation) menurut Hans Kohn (Kaelan, 2002:
212-213) bahwa bangsa terbentuk oleh persamaan bahasa, ras, agama, peradaban,
wilayah, Negara dan Kewarganegaraan. Sedangkan Ernest Renan menyatakan bahwa
bangsa (nation) adalah suatu solidaritas, suatu jiwa, suatu asas spiritual,
suatu solidaritas yang dapat tercipta oleh perasaan pengorbanan yang telah
lampau dan bersedia dibuat di masa yang akan datang. Meskipun dikalangan pakar Kenegaraan
belum terdapat persamaan pengertian bangsa, namun faktor objektif yang
terpenting dari suatu Bangsa adalah kehendak atau kemauan bersama yang lebih dikenal dengan
nasionalisme.
Fredrich Hertz dalam bukunya “Nationality
in History and Politics” mengemukakan bahwa setiap bangsa mempunyai 4 (empat) unsure aspirasi
sebagai berikut :
- Keinginan untuk mencapai kesatuan nasional yang terdiri atas kesatuan social, ekonomi, politik, agama, kebudayaan, komunikasi, dan solidaritas.
- Keinginan untuk mencapai kemerdekaan dan kebebasan nasional sepenuhnya, yaitu bebas dari dominasi dan campur tangan bangsa asing terhadap urusan dalam negerinya.
- Keinginan dalam kemandirian, keunggulan, individualisme, keaslian, atau kekhasan.
- Keinginan untuk menonjol (unggul) diantara bangsa-bangsa dalam mengejar kehormatan, pengaruh, dan prestise.
Setelah manusia membangsa, mereka menuntut
suatu wilayah untuk tempat tinggalnya yang kemudian diklaim sebagai Negara.
Selanjutnya pengertian Negara menjadi lebih luas, Negara tidak hanya diartikan
wilayah tetapi juga meliputi pemerintah, kedaulatan, penduduk, dan beberapa syarat lainnya. Negara adalah suatu organisasi kekuasaan
dari sekelompok manusia yang bersama-sama mendiami satu wilayah tertentu dan
mengakui adanya satu pemerintahan yang mengurus tata tertib serta keselamatan
sekelompok manusia tersebut. Kansil
menyatakan bahwa Negara adalah suatu organisasi kekuasaan dari pada
manusia-manusia (masyarakat) dan merupakan alat yang akan dipergunakan untuk mencapai tujuan bersama.Kranenburg
menyatakan bahwa suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau suatu bangsanya
sendiri. Sementara
George Jellinek menyatakab bahwa Negara ialah organisasi kekuasaan dari
sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu. Adapun beberapa teori
terjadinya Negara, yaitu :
1. Teori Kenyataan, timbulnya suatu Negara
ketika telah terpenuhi unsur-unsur Negara (daerah, rakyat, dan pemerintah yang
berdaulat) maka pada saat itu juga Negara sudahmenjadi suatu kekayaan.
2. Teori Ketuhanan, timbulnya Negara karena
Tuhan menghendaki. Kalimat Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa (by the
grace of god) menunjuk ke arah teori ini, walaupun bangsa Indonesia tidak
menganut teori ini.
3. Teori Perjanjian, Negara timbul karena
perjanjian yang diadakan antara manusia yang tadinya hidup bebas merdeka,
terlepas satu sama lain tanpa ikatan keNegaraan. Perjanjian ini diadakan agar
ada penguasa yang bertugas menjamin kepentingan bersama dapat terpelihara.
Perjanjian itu disebut perjanjian masyarakat (contract social) menurut ajaran
Rousseau perjanjiandapat juga terjadi antara pemerintah Negara penjajah dengan
rakyat di daerah jajahan, seperti kemerdekaan Filipina pada tahun 1946 dan
India pada tahun 1947.
4. Teori Penaklukan, suatu Negara timbul
karena serombongan manusia menaklukan daerah dan rombongan manusia lain. Agar
daerah/rombongan itu tetap dapat dikuasai,maka dibentuklah suatu organisasi yang berupa Negara.
Selain itu suatu Negara dapat pula terjadi karena :
·
Pemberontakan
terhadap Negara lain yang menjajah, seperti Amerika Serikat terhadap Inggris pada tahun 1776-1783.
·
Peleburan
(fusi) antara beberapa Negara menjadi satu Negara baru, misalnya Jerman bersatu pada tahun 1871.
·
Suatu
daerah yang belum ada rakyatnya/pemerintahannya diduduki/dikuasai oleh bangsa/Negara lain, misalnya
Liberia
·
Suatu
daerah tertentu melepaskan diri dari yang tadinya menguasainya dan menyatakan
dirinya sebagai suatu Negara baru (misalnya Proklamasi Kemerdekaan RI 17
Agustus 1945).
B. Bentuk-bentuk Negara Menurut
Teori Modern
Bentuk Negara yang terpenting
ialah Negara kesatuan (unitarisme) dan Negara serikat (federasi). Negara Kesatuan ialah suatu Negara yang
merdeka dan berdaulat dimana di seluruh Negara yang berkuasa hanya satu
pemerintah (pusat) yang mengatur seluruh daerah.
Dalam Negara Kesatuan pelaksanaan pemerintahan Negara dapat dilaksanakan dengan sistem sentralisasi (segala sesuatu dalam Negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sedang daerah-daerah tinggal melaksanakannya) dan sistem desentralisasi (daerah diberikan kesempatan dan kewenangan untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri (otonom daerah atau dikenal dengan daerah otonom. Bentuk Negara kesatuan pada umumnya mempunyai sitat-sifat sebagai berikut :
Dalam Negara Kesatuan pelaksanaan pemerintahan Negara dapat dilaksanakan dengan sistem sentralisasi (segala sesuatu dalam Negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sedang daerah-daerah tinggal melaksanakannya) dan sistem desentralisasi (daerah diberikan kesempatan dan kewenangan untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri (otonom daerah atau dikenal dengan daerah otonom. Bentuk Negara kesatuan pada umumnya mempunyai sitat-sifat sebagai berikut :
1.
Kedaulatan
Negara mencakup ke dalam dan ke luar yang ditangani pemerintah pusat.
2. Negara hanya mempunyai satu undang-undang
dasar, satu kepala Negara, satu dewanmenteri dan satu dewan perwakilan rakyat.
3.
Hanya
ada satu kebijakan yang menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial budaya,serta hankam, dan
4.
Negara
Srikat (Federasi) ialah suatu Negara yang merupakan gabungan beberapa Negara,
yang menjadi Negara-negara bagian dan Negara serikat itu.
Adapun tujuan Negara secara
umum ada dua tujuan yaitu :
1. Negara penjaga malam, yaitu bahwa tujuan Negara
adalah melindungi /menjaga keamanan rakyatnya.
2. Negara kesejahteraan (welfarestaats) yaitu bahwa tujuan Negara
bukan semata-mata menjaga keamanan rakyatnya tapi juga ikut mensejahterakan rakyatnya
tersebut.
Sedangkan tujuan Negara RI
sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan Negara RI adalah :
a.
Melindungi seluruh dan segenap bangsa Indonesia.
b. Mencerdaskan kehidupan bangsa.
c. Memajukan kesejahteraan
umum,dan
d. Ikut serta melaksanakan ketertiban
dunia.
C. Pengertian Warga Negara dan
Penduduk
Pengertian warga Negara menunjukkan
keanggotaan seseorang dari institusi politik yang namanya Negara. Ia sebagai
subyek sekaligusobjek dalam kehidupan Negaranya. Oleh karena itu seorang warga Negara
senantiasa berinteraksi dengan Negara, dan bertanggung jawab atas berlangsunya kehidupan Negaranya.
Menurut Pasal 26
ayat 1 bahwa “yang menjadi warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli
dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara”.
Perkataan “asli” di atas mengandung syarat biologis bahwa asal usul atau turunan
menentukan kedudukan sosial seseorang itu “asli” atau
“tidak asli”. Keaslian ditentukan oleh turunan atau adanya hubungan darah
antara yang melahirkan dan yang dilahirkanyang disahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara”. Dengan demikian penentuan keaslian bisa disahkan atas tiga
alternatife, yaitu :
1. Turunan atau pertalian darah
(geneologis).
2. Ikatan pada tanah atau wilayahnya (territorial).
3. Turunan atau pertalian darah dan ikatan
pada tanah atau wilayah (geneologis-territorial).
Penduduk ialah warga Negara Indonesia dan
orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia (Pasal 26 ayat 2 UUD 1945) Dalam ketentuan UU No. 3 tahun 1946 tentang warga Negara
dan penduduk Negara, pasal 14 ayat 1 dinyatakan “Penduduk Negara Indonesia
ialah tiap-tiap orang yang bertempat kedudukan di dalam daerah Negara Indonesia
selama 1 tahun berturut-turut. Dengan demikian WNA dapat dinyatakan sebagai
penduduk ketika yang bersangkutan telah bertempat tinggal selama 1 tahun
berturut-turut. Pasal 13 UU No. 3 tahun 1946 disebutkan “bahwa barang siapa bukan warga Negara Indonesia
ialah orang asing”. Yulianus
S, dkk (1984) dalam KBBI, mengartikan Rakyat adalah orang-orang yang bernaung
di bawah pemerintah tertentu. Sedangkan Hazairin (1983) dalam Demokrasi
Pancasila mengartikan Rakyat ialah sejumlah orang yang dikuasai, diperintah,
dilindungi, dipelihara, diasuh oleh penguasanya.
Perbedaan antara rakyat dan Bangsa adalah
bahwa Rakyat lebih menunjukkan ikatan/hubungan politis yaitu sebagai sekelompok
orang yang dikuasai/diperintah oleh suatu penguasa/pemerintahan tertentu,
sedangkan Bangsa merupakan ikatan yang berdasarkan ikatan yang berdasarkan
biologis, kultur, territorial, dan historis. Sehingga satu bangsa dimungkinkan
milik beberapa Negara. Misalnya, bangsa Arab terpecah-pecah dalam berbagai Negara
seperti dalam wadah Negara Irak, Iran, Yaman, dan saudi Arabia. Dengan demikian
dalam diri seorang warga Negara ada peran sebagai rakyat dan sebagai bangsa.
Adapun yang disebut dengan
asas-asas Kewarganegaraan, untuk memperoleh asas-asas itu sendiri harus
memenuhi 6 syarat sebagaimana yang telah diatur dalam UU No.62 tahun 1958
tentang Kewarganegaraan RI, yaitu :
1. Karena kelahiran
Maksudnya Kewarganegaraan diperoleh karena kelahiran
berdasarkan keturunan.
2.
Karena Pengangkatan
Maksudnya anak atau orang
asing yang diangkat dapat diberikan status Kewarganegaraanorang tua yang
mengangkatnya.
3. Karena Permohonan
Maksudnya adalah permohonan menjadi WNI terutama
diperuntukkan bagi anak di luar perkawinan dan kepada anak keturunan asing yang
menjadi penduduk Negara atau lahir dariseorang penduduk Negara.
4. Karena Pewarga Negaraan
Maksunya apabila menjadi WNI karena permohonan
diperuntukkan bagi anak, maka menjadi WNI karena pewarga Negaraan diperuntukkan
bagi orang asing yang sudah dewasa. Ada dua cara pewarga Negaraan yaitu pewarga
Negaraan biasa atau permohonan orang yang ingin menjadi WNI dan pewarga
Negaraan atas keinginan pemerintah. Cara yang kedua ini dasar pertimbangannya
karena dianggap telah berjasa terhadap RI selayaknya diwarga Negarakan.
Sedangkan cara yang pertama (pewarga Negaraan biasa) ada beberapa syarat, yaitu :
a.
Sudah berumur 21 tahun.
b. Lahir dalam wilayah RI atau bertempat
tinggal di daerah itu selama 5 tahunberturut-turut atau selama 10 tahun secara
tidak berturut-turut.
c. Surat permohonan disampaikan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia di atas materai kepada Menteri Hukum dan HAM
melalui Pengadilan Negeri di tempat tinggal pemohon yang harus dilengkapi
surat-surat sbb:a) Salinan sah akta kelahiran/surat kenal lahir pemohon.
d. Surat keterangan Kewarganegaraan yang
diberikan oleh Kantor Wilayah Imigrasi atau Kantor Imigrasi Daerah Setempat
yang menyatakan bahwa pemohon bertempat tinggal secara sah di Indonesia selama
5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut.
e. Salinan Sah Surat Tanda
Melapor Diri (STMD).
f. Surat keterangan berkelakuan baik dari
kepolisian setempat.
g. Salinan sah akte perkawinan dan surat
persetujuan isteri (bagi yang sudah menikah) atau salinan sah akte
perceraian/kematian suami atau surat keterangan sah yang menyatakan bahwa
wanita pemohon pewarga Negaraan benar-benar tidak terika dalam perkawinan.
h. Surat keterangann kesehatan dari dokter.
i. Bukti pembayaran uang pewarga
Negaraan dari kas Negara/Pos/Perwakilan.
j. Surat keterangan bermata pencaharian tetap
dari pejabat pemerintah sekurang-kurangnya Camat.
k. Surat keterangan dari perwakilan Negara
asal atau surat bukti bahwa setelah memperoleh Kewarganegaraan RI, pemohon
tidak mempunyai Kewarganegaraan lain, dan khusus bagi warga Negara RRC cukup
melampirkan surat pernyataan melepaskan Kewarganegaraan asal yang
ditandatangani pemohon.
l. Surat tanda pembayaran ongkos
administrasi pengedilan negeri, dan
m. Pas foto
5. Karena atau sebagai akibat
dari perwakilan
Maksudnya bahwa dalam perkawinan kedua mempelai
sedapat-dapatnya mempunyai Kewarganegaraan yang sama (asas kesatuan Kewarganegaraan).
Namun apabila hal itu menimbulkan bipatride atau apatride, maka asas kesatuan Kewarganegaraan
dilepaskan.
6. Karena turut ayah atau ibunya
Maksudnya Anak yang belum dewasa turut memperoleh Kewarganegaraan
RI dengan ayahnya atau Ibunya (apabila tidak ada hubungan hukum kekeluargaam
dengan ayahnya).
7. Karena Pernyataan
Maksudnya seorang perempuan asing yang kawin dengan
seorang WNI memproleh Kewarganegaraan RI, apabila dalam 1 tahun setelah
perkawinannya berlangsung menyatakan keterangan untuk itu, atau diam-diam saja
dalam waktu tersebut dan suaminya tidak menyatakan keterangan melepaskan Kewarganegaraan.
Diatas telah di jelaskan bagaimana cara
untuk menjadi wrage Negara, dan di bawah ini saya akan menjelaskan cara untuk
kehilangan Kewarganegaraan, yaitu apabila seseorang telah menjadi WNI tidaklah
bersifat permanen/tetap,dapat saja sewaktu-waktu kehilangan Kewarganegaraan RI.
Berdasarkan Pasal 17 UU No. 62 Tahun 1958 seseorang dapat kehilangan Kewarganegaraan
RI karena:
·
Memperoleh Kewarganegaraan asing,
·
Tidak melepaskan Kewarganegaraan lain,
·
Diakui oleh orang asing sebagai anaknya,
·
Anak yang diangkat dengan sah oleh orang asing sebagai
anaknya,
·
Dinyatakan
hilang Kewarganegaraan oleh Menteri Kehakiman dan HAM,
·
Masuk
dinas militer atau dinas Negara asing tanpa izin dari Menteri Kehakiman dan HAM,
·
Bersumpah atau berjanji setia kepada Negara asing,
·
Turut serat dalam pemilihan yang bersifat ketataNegaraan
Negara asing,
·
Mempunyai paspor Negara asing, dan
·
Selama 5 tahun berturut-turut tinggal di Negara asing
dengan tidak menyatakan keinginan tetap menjadi WNI
Hak dan kewajiban Warga Negara
yang tercantum dalam pasal-pasal UUD 1945 yangmenetapkan hak dan kewajiban
sebagai warga Negara mencakup pasal-pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33 dan 34.Hak-hak
warga Negara yang substansial pada prisipnya antara lain :
·
Hak untuk memilih atau melibatkan suara,
·
Hak kebebasan bersuara,
·
Hak kebebasan pers,
·
Hak kebebasan beragama,
·
Hak kebebasan bergerak,
·
Hak kebebasan berkumpul,
·
Hak kebebasan dari perlakuan sewenang-wenang oleh sistem politik dan atau hukum
Sedangkan CCE (Center for Civic Education)
mengajukan hak-hak individu yang perlu dilindungi oleh Negara, meliputi: hak
pribadi (personal rights), hak politik (political rights), hak ekonomi (economic
right).Kewajiban warga Negara merupakan aspek dari tanggung jawab warga Negara
(citizen responsibility/civic responsibilities)(CEE, 1994:37). Contoh yang
termasuk tanggung jawab warga Negara antara lain :
·
Melaksanakan aturan hukum,
·
Menghargai orang lain,
·
Memiliki informasi dan perhatin terhadap
kebutuhan-kebutuhan masyarakatnya,
·
Melakukan kontrol terhadap para pemimpin yang telah
dipilihnya dalam melakukan tugas-tugasnya,
·
Melakukan komunikasi dengan para wakil di sekolah,
pemerintah local, pemerintah nasional,
·
Memberikan suara dalam suatu pemilihan,
·
Membayar pajak menjadi saksi di pengadilan,
·
Bersedia untuk mengikuti wajib militer,dsb.
D. Negara dan Warga Negara dalam
Sistem Kenegaraan di Indonesia
Salah satu persyaratan diterimanya status seseorang di dalam sebuah Negara adalah adanya unsur wargaNegara
yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga Negara yang
bersangkutan dapat dibedakan dari warga Negara lain. Pengaturan mengenai Kewarganegaraanini
biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip ‘ius
soli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’. Yang dimaksud dengan ‘ius soli’
adalah prinsip yang mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah
kelahiran, sedangkan ‘ius sanguinis’ mendasarkan diri pada prinsip hubungan darah. Berdasarkan prinsip ‘ius soli’, seseorang
yang dilahirkan di dalam wilayah hukum suatu Negara, secara hukum dianggap
memiliki status Kewarganegaraan dari Negara tempat kelahirannya itu. Negara
Amerika Serikat dan kebanyakan Negara di Eropa termasuk menganut prinsip Kewarganegaraan
berdasarkan kelahiran ini, sehingga siapa sajayang dilahirkan di Negara-negaratersebut,
secara otomatis diakui sebagai warga Negara. Oleh karena itu, sering terjadi
wargaNegara Indonesia yang sedang bermukim di Negara-negara di luar negeri,
misalnya karena sedang mengikuti pendidikan dan sebagainya, melahirkan anak,
makastatus anaknya diakui oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai warga Negara
Amerika Serikat. Padahal kedua orangtuanya berKewarganegaraanIndonesia. Dalam
zaman keterbukaan seperti sekarang ini, kita menyaksikan banyak sekali penduduk
suatu Negara yang berpergian keluar negeri, baik karena direncanakan dengan
sengaja ataupun tidak, dapat saja melahirkan anak-anak di luar negeri. Bahkan
dapat pula terjadi, karena alasan pelayanan medisyang lebih baik, orang sengaja
melahirkan anak di rumah sakit di luar negeri yang dapat lebih menjamin
kesehatan dalam proses persalinan. Dalam hal Negara tempat asal sesorang dengan
Negara tempat ia melahirkan atau dilahirkan menganut sistem Kewarganegaraanyang
sama, tentu tidak akan menimbulkan persoalan. Akan tetapi, apabila kedua Negara
yang bersangkutan memiliki sistem yang berbeda, maka dapat terjadi keadaan yang
menyebabkan seseorang menyandang status dwi-Kewarganegaraan (double
citizenship) atau sebaliknya malah menjadi tidakberKewarganegaraansama sekali
(stateless).
Berbeda dengan prinsip kelahiran itu, di
beberapa Negara, dianut prinsip ‘ius sanguinis’ yang mendasarkan diri pada
faktor pertalian seseorang dengan status orangtua yang berhubungan darah
dengannya. Apabila orangtuanya berKewarganegaraan suatu Negara, maka otomatis Kewarganegaraan
anak-anaknya dianggap sama dengan Kewarganegaraan orangtuanya itu.Akan tetapi,
sekali lagi, dalam dinamika pergaulan antar bangsa yang makin terbuka dewasa
ini, kita tidak dapat lagi membatasi pergaulan antar penduduk yang berbeda
status Kewarganegaraannya. Sering terjadi perkawinan campuran yang melibatkan
status Kewarganegaraan yang berbeda-beda antara pasangan suami dan isteri.
Terlepas dari perbedaan sistem Kewarganegaraan yang dianut oleh masing-masing Negara
asal pasangan suami-isteri itu, hubungan hukum antara suami-isteri yang
melangsungkan perkawinan campuran seperti itu selalu menimbulkan persoalan
berkenaan dengan statusKewarganegaraan dari putera-puteri mereka.
Oleh karena itulah diadakan pengaturan
bahwa status Kewarganegaraan itu ditentukan atas dasar kelahiran atau melalui
proses naturalisasi atau pewarga Negaraan. Dengan cara pertama, status Kewarganegaraan
seseorang ditentukan karena kelahirannya. Siapa saja yang lahir dalam wilayah
hukum suatu Negara, terutama yang menganut prinsip ‘ius soli’ sebagaimana
dikemukakan di atas, maka yang bersangkutan secara langsung mendapatkan status Kewarganegaraan,
kecuali apabila yang bersangkutan ternyata menolak atau mengajukan permohonan
sebaliknya. Cara kedua untuk memperoleh status Kewarganegaraan itu ditentukan
melalui proses pewarganegaraan(naturalisasi). Melalui proses itu, seseorang
dapat mengajukan permohonan kepada instansi yang berwenang, dan kemudian
pejabat yang bersangkutan dapat mengabulkan permohonan tersebut dan selanjutnya
menetapkan status yang bersangkutan menjadi warga Negara yang sah.
Selain kedua cara tersebut, dalam berbagai
literature mengenai Kewarganegaraan, juga dikenal adanya cara ketiga, yaitu
melalui registrasi. Cara ketiga ini dapat disebut tersendiri, karena dalam
pengalaman sepertiyang terjadi di Perancis yang pernah menjadi bangsa penjajah
di berbagai penjuru dunia, banyak warganya yang bermukim di daerah-daerah
koloni dan melahirkan anak dengan status Kewarganegaraan yang cukup ditentukan
dengan cara registrasi saja. Dari segi tempat kelahiran, anak-anak mereka itu
jelas lahir di luar wilayah hukum Negara mereka secara resmi. Akan tetapi,
karena Perancis, misalnya, menganut prinsip ‘ius soli’, maka menurut ketentuan
yang normal, status Kewarganegaraan anak-anak warga Perancis di daerah jajahan
ataupun daerah pendudukan tersebut tidak sepenuhnya dapat langsung begitu saja
diperlakukan sebagai warga Negara Perancis.Akan tetapi, untuk menentukan status
Kewarganegaraan mereka itu melalui proses naturalisasi atau pewarga Negaraan
juga tidak dapat diterima. Karena itu, status Kewarganegaraan mereka ditentukan
melalui proses registrasi biasa. Misalnya, keluarga Indonesia yang berada di
Amerika Serikat yang menganut prinsi ‘ius soli’, melahirkan anak, maka menurut
hukum Amerika Serikat anak tersebut memperoleh status sebagai warga Negara AS.
Akan tetapi, jika orangtuanya menghendaki anaknya tetap berkewarganegaraanIndonesia,
maka prosesnya cukup melalui registrasi saja. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa proses Kewarganegaraan itu dapat diperoleh
melalui tiga cara, yaitu:
a.
Kewarganegaraan
karena kelahiran atau ‘citizenship by birth’,
b.
Kewarganegaraan
melalui pewarga Negaraan atau ‘citizenship by naturalization’, dan
c.
Kewarganegaraan
melalui registrasi biasa atau ‘citizenship by registration’. Ketiga cara ini
seyogyanya dapat sama-sama dipertimbangkan dalam rangka pengaturan mengenai Kewarganegaraan
ini dalam sistem hukumIndonesia, sehingga kita tidak membatasi pengertian
mengenai cara memperoleh status Kewarganegaraan itu hanya dengan cara pertama
dan kedua saja sebagaimana lazim dipahami selama ini.
Kasus-kasus Kewarganegaraan di Indonesia
juga banyak yang tidak sepenuhnya dapat diselesaikan melalui cara pertama dan
kedua saja. Sebagai contoh, banyak warga Negara Indonesia yang karena sesuatu,
bermukim di Belanda, di Republik Rakyat Cina, ataupun di Australia dan Negara-negara
lainnya dalam waktu yang lama sampai melahirkan keturunan, tetapi tetap
mempertahankan status Kewarganegaraan Republik Indonesia. Keturunan mereka ini
dapat memperoleh status Kewarganegaraan Indonesia dengan cara registrasi biasa
yang prosesnya tentu jauh lebih sederhana daripada proses naturalisasi. Dapat
pula terjadi, apabila yang bersangkutan, karena sesuatu sebab, kehilangan Kewarganegaraan
Indonesia, baik karena kelalaian ataupun sebab-sebab lain, lalu kemudian
berkeinginan untuk kembali mendapatkan Kewarganegaraan Indonesia, maka
prosesnya seyogyanya tidak disamakan dengan seorang warga Negara asing yang ingin
memperoleh status Kewarganegaraan Indonesia.
Lagi pula sebab-sebab hilangnya status Kewarganegaraan
itu bisa saja terjadi karena kelalaian, karena alasan politik, karena alasan
teknis yang tidak prinsipil, ataupun karena alasan bahwa yang bersangkutan
memang secara sadar ingin melepaskan status Kewarganegaraannya sebagai warga
Negara Indonesia. Sebab atau alasan hilangnya Kewarganegaraan itu hendaknya
dijadikan pertimbangan yang penting, apabila yang bersangkutan ingin kembali
mendapatkan status Kewarganegaraan Indonesia. Proses yang harus dilakukan untuk
masing-masing alasan tersebut sudah semestinya berbeda-beda satu sama lain.
Yang pokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan
status Kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi ‘stateless’
atau tidak berKewarganegaraan. Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap Negara
tidak boleh membiarkan seseorang memilki dua status Kewarganegaraan sekaligus.
Itulah sebabnya diperlukan perjanjian Kewarganegaraan antara Negara-negara
modern untuk menghindari status dwi-Kewarganegaraan tersebut. Oleh karena itu,
di samping pengaturan Kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui proses pewarga
Negaraan (naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang lebih
sederhana, yaitu melalui registrasi biasa.
Di samping itu, dalam proses perjanjian antar Negara, perlu diharmonisasikan adanya prinsip-prinsip yang secara diametral bertentangan, yaitu prinsip ‘ius soli’ dan prinsip ‘ius sanguinis’ sebagaimana diuraikan di atas.
Di samping itu, dalam proses perjanjian antar Negara, perlu diharmonisasikan adanya prinsip-prinsip yang secara diametral bertentangan, yaitu prinsip ‘ius soli’ dan prinsip ‘ius sanguinis’ sebagaimana diuraikan di atas.
Kita memang tidak dapat memaksakan
pemberlakuan satu prinsip kepada suatu Negara yang menganut prinsip yang
berbeda. Akan tetapi, terdapat kecenderungan internasional untuk mengatur agar
terjadi harmonisasi dalam pengaturan perbedaan itu, sehingga di satu pihak
dapat dihindari terjadinya dwi-Kewarganegaraan, tetapi di pihak lain tidak akan
ada orang yang berstatus ‘stateless’ tanpa kehendak sadarnya sendiri. Karena
itu, sebagai jalan tengah terhadap kemungkinan perbedaan tersebut, banyak Negara
yang berusaha menerapkan sistem campuran dengan tetap berpatokan utama pada
prinsip dasar yang dianut dalam sistem hukum masing-masing.
E.
Pembaruan Undang-undang Kewarganegaraan
Dalam rangka pembaruan Undang-Undang Kewarganegaraan,
berbagai ketentuan yang bersifat diskriminatif sudah selayaknya disempurnakan.
Warga keturunan yang lahir dan dibesarkan di Indonesia sudah tidak selayaknya
lagi diperlakukan sebagai orang asing. Dalam kaitan ini, kita tidak perlu lagi
menggunakan istilah penduduk asli ataupun bangsa Indonesia asli seperti yang
masih tercantum dalam penjelasan UUD 1945 tentang Kewarganegaraan. Dalam hukum
Indonesia di masa datang, termasuk dalam rangka amandemen UUD 1945 dan
pembaruan UU tentang Kewarganegaraan, atribut keaslian itu, kalaupun masih akan
dipergunakan, cukup dikaitkan dengan Kewarganegaraan, sehingga kita dapat
membedakan antara warga Negara asli dalam arti sebagai orang yang dilahirkan
sebagai warga Negara (natural born citizen), dan orang yang dilahirkan bukan
sebagai warga Negara Indonesia.
Orang yang dilahirkan dalam status sebagai
warga Negara Republik Indonesia itu di kemudian hari dapat saja berpindah
menjadi warga Negara asing. Tetapi, jika yang bersangkutan tetap sebagai warga
Negara Indonesia, maka yang bersangkutan dapat disebut sebagai ‘Warga Negara
Asli’. Sebaliknya, orang yang dilahirkan sebagai warga Negara asing juga dapat
berubah di kemudian hari menjadi warga Negara Indonesia, tetapi yang kedua ini
tidak dapat disebut sebagai ‘Warga Negara Asli’. Dengan sendirinya, apabila hal
ini dikaitkan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) tentang calon Presiden yang
disyaratkan orang Indonesia asli haruslah dipahami dalam konteks pengertian
‘Warga Negara Indonesia’ asli tersebut, sehingga elemen diskriminatif dalam
hukum dasar itu dapat hilang dengan sendirinya. Artinya, orang yang pernah
menyandang status sebagai warga Negara asing sudah sepantasnya dianggap tidak
memenuhi syarat untuk dicalonkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Dengan demikian, dalam rangka amandemen
UUD 1945 dan pembaruan UU tentang Kewarganegaraan konsep hukum mengenai Kewarganegaraan
asli dan konsep tentang tata cara memperoleh status Kewarganegaraan yang
meliputi juga mekanisme registrasi seperti tersebut di atas, dapat dijadikan
bahan pertimbangan yang pokok. Dengan begitu asumsi-asumsi dasar yang bersifat
diskriminatif berdasarkan rasa dan etnisitas sama sekali dihilangkan dalam
penyusunan rumusan hukum di masa-masa yang akan datang sesuai dengan semangat
untuk memajukan hak asasi manusia di era reformasi dewasa ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hubungan antara bangsa, Negara, Warga Negara,
demokrasi dan Hak Asasi Manusia sangat erat kaitannya, maka dari itu apabila
salah satu dari unsur Negara terpisah atau di hilangkan maka akan terlihat
kemerosotan dari Negara tersebut, seperti yang tercantum dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM)
memuat prinsip bahwa hak asasi manusia harus dilihat secara holistik bukan
parsial sebab HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara hukun,
Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat dari manusia. Oleh sebab itu perlindungan dan pemenuhan hak asasi
manusia di bidang sosial politik hanya dapat berjalan dengan baik apabila hak
yang lain di bidang ekonomi, sosial dan budaya serta hak solidaritas juga juga
dilindungi dan dipenuhi, dan begitu pula sebaliknya. Dengan diratifikasinya
konvenan Hak EKOSOB oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005,
kewajiban Indonesia untuk melakukan pemenuhan dan jaminan-jaminan ekonomi,
sosial dan budaya harus diwujudkan baik melalui aturan hukum ataupun melalui
kebijakan-kebijakan pemerintah.
3.2 Saran
Dalam hal ini penulis dapat memberikan saran
yang diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pembaca tentang Kewarganegaraan,
terutama tentang :
1. Pengertian Bangsa dan Negara
2. Bentuk-bentuk Negara Menurut
Teori Modern
3. Pengertian Warga Negara dan
Penduduk
4. Negara dan Warga Negara dalam
Sistem Kenegaraan di Indonesia
5. Pembaruan Undang-undang Kewarganegaraan
DAFTAR PUSTAKA
- http://ariefsz.blogspot.com/2009/12/Negara-dan-warga Negara-dalam-sistem.html
- http://sakauhendro.wordpress.com/demokrasi-dan-politik/pengertian-demokrasi/
Good Job
BalasHapus